KOMPAS.com - Sektor residensial tapak (landed housing) masih menempati posisi istimewa dalam konstelasi bisnis dan industri properti di Indonesia, khususnya wilayah Jadebotabek. Pertumbuhan tingkat permintaan selalu lebih tinggi ketimbang pertumbuhan pasokan. Sejarah tak pernah mencatat kebutuhan papan terpenuhi sempurna, alias nihil disparitas.
Aksesibilitasnya harus lebih baik dengan beberapa alternatif, ini akan sangat mempengaruhi pertimbangan konsumen dalam mengambil keputusan; membeli atau berpaling ke produk lain.
-- Arief Rahardjo
Menurut riset Cushman and Wakefield, selama dua semester terakhir tingkat penjualan perumahan memperlihatkan kurva menanjak. Pertumbuhannya selalu positif, 92,7 persen pada semester 2 tahun 2012 dan 91,7% pada semester sebelumnya. Tingkat hunian juga mengalami peningkatan, tumbuh 0,3% menjadi 82,5% pada semester 2 dari total pasok kumulatif 307.342 unit.
Kondisi ini sejatinya merupakan peluang besar yang harus dimanfaatkan oleh pengembang, terutama yang menggarap wilayah sub urban Jakarta atau kota-kota lainnya di Indonesia. Sebab, tidak seperti hunian vertikal (apartemen) yang membutuhkan intensive capital, perumahan justru dapat dikembangkan secara klasterisasi dengan menekan kompleksitas permodalan semaksimal mungkin. Namun demikian, itu bukan berarti pengembang dapat melakukannya asal-asalan. Tetap dibutuhkan strategi berupa produk yang berkualitas, komitmen pemenuhan jadwal serah terima, harga yang kompetitif dan dapat diserap pasar (value for money), serta layanan purna jual.
Pasar, terutama kelas menengah-atas, lebih tertarik kepada produk-produk perumahan yang harganya tidak terlalu tinggi. Lokasi boleh sedikit jauh, namun harus terkoneksi dengan infrastruktur jalan utama atau minimal arteri.
"Aksesibilitasnya harus lebih baik dengan beberapa alternatif, ini akan sangat mempengaruhi pertimbangan konsumen dalam mengambil keputusan; membeli atau berpaling ke produk lain," ujar Head of Research & Advirosy Cushman and Wakefield Arief Rahardjo kepada KOMPAS.com di Jakarta awal pekan ini.
Berikut perumahan-perumahan yang laris diminati pasar.
Mereka mendominasi transaksi penjualan selama satu semester terakhir dengan proporsi 28% dari keseluruhan transaksi. Harga jual berada di kisaran Rp 1,4 miliar-Rp 2,5 miliar atau rata-rata Rp 1,7 miliar per unit.
Area Bekasi
Summarecon Bekasi yang dikembangkan Summarecon Agung memasok 253 unit pada semester lalu. Harga jual aktual saat ini mencapai Rp 8 juta per meter persegi. Angka ini terus mengalami pergerakan saat akses dan infrastruktur jembatan layang Noer Ali beroperasi pekan lalu. Menurut Direktur Utama Summarecon Agung Johannes Mardjuki pertumbuhan harga paling konservatif yang dapat dicapai sebesar Rp 10 juta hingga Rp 13 juta/m2.
Area Tangerang
Tangerang merupakan kawasan yang mencatat volume nilai transaksi paling tinggi yakni Rp 75,2 miliar per bulan. Kontribusi pasok terbesar dari BSD City 159 unit, disusul Bintaro Jaya sebanyak 121, dan Paramount Serpong 48 unit. Sementara Alam Sutera, Summarecon Serpong, sebagian klaster BSD City dan Paramount Serpong, menyasar segmen lebih tinggi dengan harga mulai dari Rp 2,5 miliar hingga Rp 8 miliar-Rp 12 miliar.
Area Bogor-Depok
Terdapat beberapa alternatif seperti CitraGran, Kota Wisata, Sentul City dan Bogor Nirwana Residence. Mereka menawarkan klaster-klaster dengan jumlah unit rumah terbatas. Bogor Nirwana Residence contohnya, klaster Indigo Fusion-nya telah terserap 70% dari total 98 unit. Harga jual perdana serentang Rp 1,4 miliar (110/126) hingga Rp 2,5 miliar (152/270).
Anda sedang membaca artikel tentang
Peta Rumah Paling Laris
Dengan url
http://healthynutritionofchildren.blogspot.com/2013/04/peta-rumah-paling-laris.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Peta Rumah Paling Laris
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar